Sabtu, 13 Desember 2008

bilangan dalam bahasa alor

I. Pendahuluan

Keanakaragaman bahasa daerah merupakan kekayaan budaya nasional yang perlu dipelihara dan dikembangkan. Untuk memelihara kekayaan budaya nasional telah dilakukan inventarisasi bahasa-bahasa daerah dalam dua kurun waktu dua dasa warsa terakhir. untuk inventarisasi bahasa-bahasa daerah tersebut telah dilakukan penelitian bahasa daerah secara intensif,baik yang menyangkut jumlah maupun aspek kebahasaannya.

Seperti yang kita ketahui bahwa salah satu sifat bahasa adalah dinas. Bahasa itu tidak statis namun berkembang atau mengalami perubahan karena berbagai sebab. Perubahan-perubahan dalam satu yang sangat mendasar, seperti perbedaan yang terlihat secara fonologi, morfologi,sintaksis dan pragmatis. hal ini dapat dipengaruhi oleh keadaan geografi, topografis, politik,ekonomi dan kebudaya dalam suatu daerah dimana bahasa itu dipakai. Faktor-faktor tersebut itulah yang dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan sebuah bahasa seperti terjadinya perbedaan dialek.

Istilah dialek atau yang lebih umum dikenal sebagai logat, berasal dari kata Yunani dialektos.istilah ini dipakai untuk menggambarkan perbedaan-perbedaan kecil yang terdapat dalm satu bahasa (Ayatrohadi,1997:2). Ada pun ciri utama dialek ialah perbedaan dalam kesatuan, dan kesatuan dalam perbedaan, artinya dalam satu bahasa terdapat perbedaan kecil dalam penggunaan bahasa namun perbedaan yang ada itu tidak membbuat penuturnya merasa berbeda dalam memahami bahasa itu. Ciri lain dari dialek adalah adanya seperangkat bentuk ujaran yang berbeda, yang memiliki cirri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama, dan dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa (Meilt dalam Ayatrohadi 1997:2).

Dalam dialek terdapat lima macam pembeda, yaitu:

1. Perbedaan Fonetik, polimorfisme, atau alofonik.

Biasanya si pemakai dialek atau bahasa itu tidak menyadari adanya perbedaan tersebut.perbedaan fonetik itu terjadi pada vocal maupun pada konsonan.

2. Perbedaan semantik

terciptanya kata-kata baru, berdasarkan perubahan fonologi dan geseran bentuk serta pergeseran makna kata tersebut, misalnya, pemberian satu nama untuk linambang (yang diberi lambing) yang berbeda pemberian nama yang sama untuk hal yang berbeda dibeberapa tempat yang berbeda.

3. Perbedaan onomasiologis

pemberian nama yang berbeda berdasarkan konsep yang diberikan ditempat yang berbeda.

4. Perbedaan semasiologis

pemberian nama yang sama untuk konsep yang berbeda

5. Perbedaan morfologis

terjadi karena adanya pembatasan system tata bahasa oleh frekuensi morfem-morfem yang berbeda, oleh kegunaan yang berkerabat oleh wujud fonetisnya, oleh daya rasanya dan oleh sejumlah faktor lainya.

Di Nusa Tenggara Timur terdapat beraneka rangam bahasa daerah yang tentunya terdapat pula bermacam-macam dialek. Dalam tulisan yang sederhana ini akan dipaparkan sebuah laporan penelitian mini tentang bilangan dasar dalam bahasa Abui, bahasa kabola, bahasa Binongko yang semuanya terdapat di pulau Alor.

II. Pembahasan

2.1. Berikut ini adalah data bilangan dasar dari bahasa yang diteliti:

a. Bahasa Padang Alang

Nomor

Bahasa Abui besar

Fonetis

Artinya

1

nok

/nok/

Satu

2

ok

/ok/

Dua

3

su

/su/

Tiga

4

biyat

/biyat/

Empat

5

gisang

/gisang/

Lima

6

tama

/tama/

Enam

7

gisang ok

/gisang - ok/

Tujuh

8

gisang su

/gisang-su/

Delapan

9

gisang biyat

/gisang – biyat/

Sembilan

10

karnok

/karnok/

Sepuluh

11

Karnok wawii nok

/karnok wawii nok/

Sebelas

12

karnok wawii ok

/karnok wawii ok/

Dua belas

13

karnok wawii su

/karnok wawii su/

Tiga belas

14

karnok wawii biyat

/karnok wawii biyat/

Empat belas

15

karnok wawii gisang

/karnok wawii gisang/

Lima belas

16

karnok wawii tama

/karnok wawii tama/

Enam belas

17

karnok wawii gisang ok

/karnok wawii gisang ok/

Tujuh belas

18

karnok wawii gisang su

/karnok wawii gisang su/

Delapan belas

19

karnok wawii gisang biyat

/karnok wawii gisang biyat/

Sembilan belas

20

kar ok

/kar - ok/

Dua puluh

Mencermati data dalam table diatas, dapat di ketahui bilang dasar dalam bahasa Padang alang adalah 1(satu) sampai dengan 6 (enam), yaitu : ‘ nok, ok, su, biyat, gisang, tama’. bilang selanjutnya merupakan bilangan bentukan yang terjadi melalui penambahan bilangan-bilangan dasar.

Contohnya:

7 : gisang ok

lima dua

9 : gisang biyat

lima empat

Jadi dari contoh diatas kita dapat memahami bahwa bilangan 7 merupakan penambahan 5 + 2, dan bilangan 9 adalah penambahan bilangan 5 + 4.

Bilangan 11 sampai dengan 19 merupakan penggabungan bilangan sepuluh dan bilangan dasar yang ditandai dengan morfem terikat wawii , sehingga bilangan 11 terbentuk dari kar – nok – wawii – nok. kar : morfem penanda (puluhan), nok : bilangan dasar 1 (satu), wawii : morfem penanda (belasan), nok : bilangan dasar 1 (satu). contoh lain:

12 : kar nok wawii ok

puluhan satu belasan dua

15 : kar nok wawii gisang

puluhan satu belasan lima

17 : kar nok wawii gisang ok

puluhan satu belasan lima dua

19 : kar nok wawii gisang biyat

puluhan satu belasan lima empat

Morfem wawii bukanlah nama sebuah bilangan tetapi morfem ini akan selalu hadir dalm pembentukan bilangan belasan, sehingaga dapat kita katakan bahwa wawii merupakan morfem terikat yang membentuk makna belasan.

Demikian juga dengan bilangan puluhan yang ditandai dengan penambahan morfem terikat ‘kar’, sehingga bilangan 20 disebut kar ok, yaitu pengabungan sepuluh dan dua, bilangan 30 disebut kar su, bilangan 40 disebut kar biyat, begitu juga dengan bilangan puluhan lainya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa morfem kar- merupakan merfem terikat penanda bilangan puluhan yang akan bermakna puluhan bila digabungkan dengan bilangan dasar.

Berdasarkan data dan analisis morfologis diatas dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa Abui Subo hanya terdapat bilangan dasar 1 (satu) sampai dengan 6 (enam), sedangkan bilangan 7 (tujuh) dan seterusnya merupakan bilangan bentukan yang terdiri dari bilangan – bilangan dasar.

2.) Bilangan dasar Bahasa Abui

Nomor

Bahasa Abui besar

Fonetis

Artinya

1

nuku

/nuku/

Satu

2

aki

/aki/

Dua

3

sua

/sua /

Tiga

4

buti

/buti /

Empat

5

jeting

/jeting

Lima

6

talama

/talama/

Enam

7

jeting aki

/jeting aki/

Tujuh

8

jeting sua

/jeting sua/

Delapan

9

jeting buti

/jeting buti/

Sembilan

10

karnuku

/karnuku/

Sepuluh

11

karnuku wal nuku

/karnuku wal nuku/

Sebelas

12

karnuk wal aki

/karnuk wal aki/

Dua belas

13

karnuk wal sua

/karnuk wal sua /

Tiga belas

14

karnuk wal buti

/karnuk wal buti/

Empat belas

15

karnuk wal jeting

/karnuk wal jeting/

Lima belas

16

karnuk wal talama

//karnuk wal talama/

Enam belas

17

karnuk wal jiting aki

/karnuk wal jiting aki/

Tujuh belas

18

karnuk wal jeting sua

/karnuk wal jeting sua/

Delapan belas

19

karnuk wal jeting buti

/karnuk wal jeting buti/

Sembilan belas

20

karaki

/kar’aki/

Dua puluh

Dari tabel data diatas, kita dapat mengetahui secara cepat bahwa bilang dasar dalam bahasa Abui adalah 1(satu) sampai dengan 6 (enam), yaitu : ‘nuku, aki, sua, buti, jeting, talama’. Bilang selanjutnya merupakan bilangan bentukan yang terjadi melalui penambahan bilangan-bilangan dasar.

Contohnya:

8 : jeting sua

lima tiga

9 : jeting buti

lima empat

Jadi dari contoh diatas kita dapat memahami bahwa bilangan 8 merupakan penambahan 5 + 3, dan bilangan 9 adalah penambahan bilangan 5 + 4.

Untuk membentuk bilangan belasan terjadi bentukan baru dari bilangan dasar yang ditandai dengan morfem terikat wal , sehingga bilangan 11 terbentuk dari karnuku wal nuku. kar : morfem penanda (puluhan), nuku : bilangan dasar 1 (satu), wal : morfem penanda (belasan), nuku : bilangan dasar 1 (satu). contoh lain:

12 : kar nuk wal aki

puluhan satu belasan dua

15 : kar nuk wal jeting

puluhan satu belasan lima

17 : kar nuk wal jiting aki

puluhan satu belasan lima dua

19 kar nuk wal jeting buti

puluhan satu belasan lima empat

Morfem wal bukanlah nama sebuah bilangan tetapi morfem ini akan selalu hadir dalm pembentukan bilangan belasan, sehingaga dapat kita katakan bahwa wal merupakan morfem terikat yang membentuk makna belasan.

Dari data diatas dapat kita lihat adanya penggabungan morfem kar- dan kata dasar nuku, sehingga membentuk kata baru karnuk yang terjadi setelah bilangan 11 sehingga bilang 12 sampai dengan 19.

Demikian juga dengan bilangan puluhan yang ditandai dengan penambahan morfem terikat ‘kar’, sehingga bilangan 20 disebut karaki, yaitu pengabungan sepuluh dan dua, bilangan 30 disebut karsua, bilangan 40 disebut karbuti, begitu juga dengan bilangan puluhan lainya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa morfem kar- merupakan merfem terikat penanda bilangan puluhan yang akan bermakna puluhan bila digabungkan dengan bilangan dasar.

Berdasarkan data dan analisis morfologis diatas dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa Abui Subo hanya terdapat bilangan dasar 1 (satu) sampai dengan 6 (enam), sedangkan bilangan 7 (tujuh) dan seterusnya merupakan bilangan bentukan yang terdiri dari bilangan – bilangan dasar.

III. Simpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Bilangan dasar dalam bahasa padang alang dan bahasa Abui adalah bilangan 1

(satu) sampai dengan 6 (enam) saja, sedangkan bilangan 7 (tujuh) dan

seterusnya merupakan penjumlahan bilangan-bilangan dasar.

2. Pembentukan bilangan dalam bahasa Padang alang dan bahasa Abui mengikuti

sebuah sistem penjumlahan yang teratur.

2. Dalam membentuk bilangan belasan terdapat morfem penanda yaitu wawii

dalam bahasa padang alang dan wal- dalam bahasa abui.

3. Sedangkan untuk membentuk bilangan puluhan dalam kedua bahasa tersebut

terdapat kesamaan penanda yaitu morfem kar- .

Sumber data :

  1. Bahasa Padang Alang

Nama : Imanuel Lohmay

Asal : Alor (desa padang Alang)

Alamat : Kelurahan namosain

  1. Bahasa Abui

Nama : Nathan Maplani

Asal : Alor ( desa abui kecil )

Alamat : kelurahan Oepura

2 komentar: